DAMPAK PERANG UKRAINA DAN RUSIA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

Sumber: cnbcindonesia.com

Yogyakarta, himkidiy.org – Kondisi Rusia-Ukraina kini semakin panas dan kacau setelah Presiden Rusia Vladimir Putin menginstruksikan operasi militer di Ukraina Timur. Imbas ketegangan geopolitik ini, pasar finansial global langsung merespons negatif. Bahkan, per tanggal 24 Februari 2022 IHSG ditutup melemah 1,48% ke level 6.817,82.

Kemudian, bagaimana kronologi da latar belakang konflik antara Rusia dan Ukraina ini?

Menurut sejarah, konflik antara Ukraina dan Rusia sudah lama terjadi. Mengutip dari aljazeera.com, dahulu Ukraina, Rusia, dan negara tetangga Belarusia menjadi negara adidaya di abad pertengahan. Presiden Putin dari Rusia mengklaim negaranya dan Ukraina adalah satu orang. Klaim tersebut menyebut Ukraina termasuk peradaban Rusia. Namun, Ukraina menolak klaim ini.

Sumber: kompas.com

Tahun 2005 dan 2014, terjadi revolusi di negara Ukraina. Negara tersebut menolak supremasi Rusia dan mencari cara untuk bergabung dengan Uni Eropa dan NATO (North Atlantic Treaty Organization). Mengutip dari Global Conflict Tracker (CFR) menjelaskan latar belakang konflik kedua negara ini. Berikut penyebab konflik Rusia-Ukraina:

Tahun 2013

Awal mula krisis di Ukraina ketika terjadi protes di ibu kota Kyiv, Ukrarina. Pada November 2013, Presiden Viktor Yanukovych dari Ukraina menolak untuk kesepakatan dan ekonomi dengan Uni Eropa.

Tahun 2014

Pasukan militer Rusia mengambil wilayah Krimea, Ukraina. Warga Krimea juga memilih bergabung dengan Federasi Rusia dalam sebuah Referendum. Kemudian Presiden Vladimir Putin menjelaskan perlunya perlindungan dan hak-hak warga negara Rusia, serta penutur bahasa Rusia di Krimea dan Ukraina Tenggara. Krisis ini membuat perpecahan etnis. Terjadi gerakan separatis yang mendukung Rusia di wilayah Donetsk dan Luhansk, di Ukraina Timur. Gerakan separatis ini ingin melakukan deklarasi kemerdekaan dari Ukraina.

Tahun 2015

Negara Ukraina menjadi krisis internasional bulan Juli, 2014. Hal ini membuat Amerika Serikat dan Uni Eropa (UE) berselisih dengan Rusia. Terjadi kecelakaan pesawat penerbangan Malaysia Airlines yang ditembak jatuh di wilayah udara Ukraina. Kecelakaan pesawat tersebut menewaskan 298 penumpang. Bulan Oktober 2015, penyelidik dari Belanda menyimpulkan pesawat tersebut jatuh karena rudal darat ke udara buatan Rusia

Tahun 2015

Para penyelidik menjelaskan sistem rudal disediakan oleh Rusia bulan September 2016. Sebelumnya negara Perancis, Jerman, Rusia, dan Ukraina melakukan kesepakatan untuk menghentikan kekerasan di bulan Februari tahun 2015. Perjanjian tersebut mencakup gencatan senjata, penarikan senjata, dan kontrol penuh pemerintah Ukraina, untuk mengurus wilayah konflik. Tetapi penyelesaian diplomasi tidak berhasil.

Tahun 2016

NATO mengumumkan aliansi akan mengerahkan 4 batalyon ke Eropa Timur seperti Estonia, Latvia, Lithuania, dan Polandia. Pasukan ini untuk mencegah agresi Rusia di wilayah Eropa Timur. Pasukan NATO ini bergabung dengan dua brigade tank Angkatan Darat Amerika Serikat. Pengerahan pasukan ini terjadi bulan September 2017. Sejak konflik di tahun 2014, warga Ukraina mendapatkan serangan siber. Tahun 2016, warga Kyiv terkena pemadaman listrik. Tahun 2017 terjadi serangan siber komputer pemerintah dan bisnis di Ukraina.

Tahun 2018

Ukraina menyetujui untuk bergabung dengan NATO untuk latihan udara skala besar bulan Oktober 2018. Pelatihan tersebut dilakukan di wilayah Ukraina Barat. Latihan tersebut dilakukan 1 bulan setelah Rusia mengadakan latihan militer tahunan.

Rusia pun menolak keras langkah tersebut dan meminta Ukraina untuk tidak bergabung dengan NATO atau North Atlantic Treaty Organization, yang di awal pendiriannya memang bertujuan melawan ancaman ekspansi Rusia pascaperang di Eropa. Presiden Putin sangat marah dengan prospek pangkalan NATO di sebelah perbatasannya dan mengatakan bergabungnya Ukraina dengan NATO akan menandai perlintasan garis merah antar keduanya.

Sumber: suara.com

Apa dampak yang dirasakan oleh Indonesia karena terjadinya konflik antara Rusia dengan Ukraina tersebut? Dilansir dari laman cnnindonesia.com, berikut ini beberapa dampak yang akan dirasakan oleh Indonesia akibat adanya konflik antara Rusia dengan Ukraina tersebut:

Harga Minyak dan BBM

Harga minyak dunia meroket menembus US$105 per barel pada akhir perdagangan Kamis (24/2) waktu AS, setelah Rusia melancarkan serangan militer ke Ukraina. Harga tersebut menembus level tertingginya sejak 2014 silam.

Kenaikan harga internasional tersebut berdampak pada harga BBM di dalam negeri atau pun subsidi dari pemerintah. Sebab, mayoritas pasokan minyak RI berasal dari impor.

Sumber: cnbcindonesia.com

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi menyampaikan dampaknya konflik geopolitik tersebut. Ia menyebut selama enam bulan terakhir saja harga minyak Indonesia menunjukkan tren kenaikan, yakni mulai Agustus 2021 yang sebesar US$67,8 per barel hingga US$85,9 per barel pada Januari 2022. Terlebih, dengan harga saat ini yang sudah di atas US$100 per barel.

Nilai Tukar Rupiah

Seperti berbagai nilai tukar mata uang lain di dunia, rupiah pun tak kebal melawan fluktuasi nilai akibat ketidakpastian dan spekulasi pasar akan langkah selanjutnya dari Rusia ke Ukraina.

Sumber: matakepri.com

Pada perdagangan Kamis (24/2) misalnya, rupiah melemah 0,37 persen menjadi Rp14.391 per dolar AS. Namun, pada perdagangan tanggal 25 Februari 2022, rupiah menguat tipis 8 poin ke Rp14.383 akibat spekulasi perang besar tak akan terjadi karena AS dan Uni Eropa memilih menghukum Rusia secara ekonomi.

Riset LAB 45 menilai konflik Rusia-Ukraina berpotensi melemahkan nilai tukar rupiah. Hal itu disebabkan ancaman dikeluarkannya Rusia dari sistem pembayaran global SWIFT, sehingga berdampak pada penarikan dana Rusia. “Dampak terhadap posisi finansial dunia karena penarikan dana Rusia di keuangan global telah menyebabkan volatilitas nilai tukar,” demikian riset tersebut disampaikan pada Kamis (24/2).

Gejolak IHSG

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) atau bursa saham RI sempat terbakar pada perdagangan kemarin, Kamis (24/2), menyusul pemberitaan dimulainya invasi Rusia ke Ukraina. IHSG terpantau jeblok 2,04 persen pukul 13.47 WIB pada Kamis (24/2) menjadi 6.776. Mengutip RTI Infokom, sebanyak 535 saham terkoreksi. Sementara, hanya 68 saham yang menguat dan 70 saham stagnan. Meski IHSG merah, tetapi investor asing tercatat beli bersih (net buy) di seluruh pasar sebesar Rp761,14 miliar dan di pasar reguler sebesar Rp680 miliar.

Sumber: investasi.kontan.co.id

Analis Artha Sekuritas Dennies Christoper Jordan mengungkapkan pelaku menahan transaksi beli karena melihat perkembangan Rusia dan Ukraina. Pasar khawatir serangan Rusia ke Ukraina akan mengganggu pemulihan ekonomi global. “Yang jelas perekonomian global akan terganggu,” ucap Dennies kepada CNNIndonesia.com. Sementara itu, pada awal perdagangan Jumat (25/2), IHSG terlihat menguat 0,58 persen menjadi 6.861. Investor asing beli bersih Rp103,6 miliar.

Ekspor dan Impor

Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman menyebut ketegangan kedua negara dapat mengganggu arus perdagangan Indonesia dengan kedua negara tersebut. Eskalasi yang memanas dapat menghambat ekspor Indonesia ke Rusia dan Ukraina. “Ini akan menyebabkan terganggunya perdagangan,” katanya dikutip dari CNBC Indonesia, Kamis (24/2).

Sumber: dunia.tempo.co

Melihat data Badan Pusat Statistik (BPS), perdagangan RI dengan Rusia cukup besar, nilai ekspor Indonesia ke Rusia mencapai US$176,5 juta atau setara Rp2,52 triliun (kurs Rp14.300 per dolar AS) per Januari 2022. Angka itu tumbuh hingga 58,69 persen dibandingkan nilai ekspor per Desember 2021 yang hanya US$111,2 juta.

Nilai ekspor Indonesia ke Rusia periode Januari 2022 juga jauh lebih tinggi dibandingkan Januari 2021 yang naik 60,29 persen. Mayoritas komoditas yang diperdagangkan Indonesia dengan Rusia, antara lain lemak dan minyak hewan, karet, hingga barang dari karet. Untuk lemak dan minyak hewan nilainya mendominasi produk ekspor Tanah Air yang mencapai US$102,4 juta. Sementara karet dan barang dari karet berkontribusi sebesar US$11,1 juta. Nilai ekspor Indonesia ke Rusia periode Januari 2022 juga jauh lebih tinggi dibandingkan JanuarSelain itu, komoditas ekspor lainnya adalah alas kaki dengan nilai US$7,8 juta dan barang-barang lainnya mencapai US$47,9 juta.

Di sisi lain, ekspor Indonesia ke Ukraina pada Januari 2022 justru turun signifikan hingga 83,78 persen dibandingkan Desember 2021. Tercatat, ekspor Indonesia ke Ukraina mencapai US$33,1 juta pada Desember 2021. Namun, nilai ekspor pada Januari 2022 hanya US$5,4 juta. Sejumlah komoditas yang diekspor RI ke Ukraina adalah lemak dan minyak hewan sebesar US$933 ribu, alas kaki sebesar US$571 ribu, kertas dan barang sejenisnya US$556 ribu, kakao dan olahannya US$451 ribu, dan barang-barang lain US$2,8 juta.

Hal yang bisa kita lakukan adalah dengan berdoa, semoga konflik tersebut dapat teratasi dengan baik, dan tidak menimbulkan efek yang lebih parah lagi. Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga bermanfaat. Sampai bertemu di pembahasan berikutnya.

Sumber:

IR

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to top